Selasa, 23 Juni 2015

Soraya

Di pulau seberang terlihat fajar mulai terang.
Sinarnya terus menyerbu siapa pun yang terduduk berbaris di tepian pantai.
Sederet sekitar puluhan orang.
Menanti sabar seakan diberi.
Memang kecuali sinarnya yang terus mengembang.

Minggu, 10 Mei 2015

Fase siang

Di kala siang menghampiri.
Terik panas terasa menyengat kebersamaan.
Saat itu, entah kau atau aku.
Akan mengurai pikiran satu sama lain.
Menyebabkan kedekatan kita melebar.
Angan kita terhenti demi keadaan.
Sadarku-sadarmu berdiskusi dalam khayalan.

Tapi kita saling mencintai kan?
Walau harapmu bukan nyataku.
Lalu kita saling menyayangi kan?
Walau raga-raga ini enggan bersentuhan.
Kita juga saling mengasihi kan?
Walau kejelasan masih memakan waktu.
Dan kita saling memahami kan?
Walau belum untuk saling memiliki.

Tetapi filsafatku akan bekerja.
Mengejar keabadian cinta kita.
Sebab siang terik adalah niscaya.

Senin, 27 April 2015

Serapah sesal

Aku mendapati diriku berkecimuk
Ketika kau merengek, jangaaan!
Sebilah pisau tak henti menusuk-nusuk
Oh perih! sampai air mataku terkucur deras
Hujan kemudian mengguyur
Dalam perjalanan menuju sendiri
Tentu berharap luntur saja sesal ini
Tapi kau tampak terisak pilu
Oleh kesalahpahaman versimu beda versiku
Ingin kulepas begitu saja kendaraan kendali
Tapi petir mengamuk sahut sinahut
Seakan hari keadilan bersamanya
Di luar itu, di dalam kesendirian, memori mengeruak
Keluar dengan muram burja dari cangkang otakku
Memuakkan aku tanpa jeda
Oh kenapa aku Tuhaaan!
Andai dulu kutahu, aku takkan!

Rabu, 15 April 2015

sirnanya semangat kedewasaan

Kita telah ditinggalkan oleh semangat kedewasaan, kini
Apabila kita berkaca didepan cermin labirin
Dalam konfigurasi berhadap-hadapan, pun
Menghasilkan refleksi nisbi yang tak berujung

Tertinggal jauh sudah, sebab cermin itu sudah menjadi tatakan hidup
Seandainya dibongkar pun, para penyokong akan menuntut
Atas biaya dari rencana besar yang mereka siapkan dibaliknya
Demi kehidupan sintetis yang mereka pertaruhkan secara serampangan

Daripada kita mencari kembali semangat itu
Diantara relung platonik yang dalam dan tercerabut dalam pecahan
Dan daripada kita bersusah payah
Kenapa kita tidak teruskan saja keadaan kasar ini
Seraya berharap sang mesiah, yang kini kita anggap mitologi
Oh dimanakah janji-janji manis kerajaan Tuhan

Senin, 08 Desember 2014

Puisi orang jaman sekarang

Orang jaman sekarang lupa akan realitas
Sebuah realitas plastik yang rentan mengeluntung
Oleh sulutan kaum oportunis gila kesuksesan
Orang jaman sekarang terlalu cepat menduga
Menduga untuk meluapkan nafsu kotor serpihan kecewa yang tak rampung
Sementara begitu bahayanya salah duga
Orang jaman sekarang buta sama hal yang tersmbunyi
Yang menggerakkan realitas
Padahal itu disembunyikan oleh tuan yang memperbudakmu
Orang jaman sekarang adalah kaki tangan perutnya sendiri
Perutnya letih sedikit dianggap berteriak
Perutnya itu sudah mengantongi jutaan racu
Orang jaman sekarang malas belajar
Lupa untuk memanfaatkan dunia
Alih alih mencari tahu, justru terjebak oleh etika palsu
Ketika aku sadar aku adalah orang jaman sekarang,
Aku ingin mengungguli mereka,
Aku ingin memutar dunia
Kita tak bisa berhenti berfikir
Dunia bukan tempat singgah yang sempurna
Jadi kenapa kau berlagak?

laksana aku melihat cahaya dalam dirimu

Laksana aku melihat cahaya dalam dirimu
Kau hadir dengan segala kemudahan hidup
Yang tercermin dari kemurnian dan keluguan tingkah
Dengan kebersihan pikiran dan perasaan

Kau mampu menularkan semangat kemuliaan
Aku beruntung hidup sedekat ini denganmu
Walau salah dan alpa selalu kuperbuat
Namun kau cahaya tak pernah padam

Angan-anganku melesat melintasi segala dimensi
Mengandaikan kehidupan indah bersamamu
Tiada ragu hatiku menerimamu
Kupinang kau dengan hati berseri-seri

Kau adalah hartaku paling mulia
Tak aku kehilangan sedetikpun terlewatkan
Walau raga tak selalu beriringan
Tapi ikatan jiwa menandakan ketinggian cinta

Oh gadis kecil yang teramat liar
Dengan pikiran yang mengatasi kebudayaan
Tiada ragu aku menemanimu sayang
Kusuguhkan sepenuh hati kesungguhan

Kemarilah, gigit punggungku
Aku akan terbang menjalin masa depan
Yang aku bayangkan indah bersamamu
Dalam masyarakat yang takluk oleh kilaumu

Kau tak usah bersedih
Dibalikmu ada aku yang siaga
Sekali kau sebut, sekali saja
Datang lah aku sembari merangkul

Biar kupuja dirimu kasih
Dengan rayuan tanpa pamrih
Kemurnian yang tak ada selisih
Biar kau tak lagi sedih

Kilaumu dan auramu bagaikan sukma sang ratu
Tingkah lakumu teladan kebebasan dan kekuatan
Caramu berfikir seperti ayunan soneta alam
Seutuh dirimu bagaikan oase di tengah gurun

Aku mencintaimu dengan perkembangan
Supaya dapat kuraih kemurnian cinta
Aku terus berusaha rasa tanpa khawatir

Bahwa Tuhan selalu ada dan tak pernah acuh

Rabu, 19 November 2014

Sabar

Ketika kau tak tahu apa yang akan lalu
Kenapa kau bergejolak
Apakah kau takut yang buruk menimpamu
Ataukah Tuhan yang kau tolak

Lantas mengapa kau marah?
Mengapa pula kau mati rasa?
Hiduplah diantaranya
Kediaman Tuhan yang ramah tamah